Training dan Sertifikasi Red Hat Hasilkan ROI 365 Persen
Red Hat Inc mengumumkan hasil studi terbaru dari IDC yang bertajuk “The Business Value of Red Hat Training”. Studi ini mengungkapkan manfaat signifikan training Red Hat, termasuk tercapainya return on investment (ROI) rata-rata tiga tahun sebesar 365 persen. Selain itu, studi tersebut menemukan bahwa perusahaan akan mengalami peningkatan produktivitas tim DevOps serta pemasangan sumber daya TI baru yang lebih cepat. Peningkatan juga terjadi di tim infrastruktur TI yang lebih efisien. Semua ini didapat melalui program Training dan Sertifikasi Red Hat.
Untuk studi ini, IDC mengeksplorasi value dan manfaat yang didapatkan oleh perusahaan/organisasi yang memiliki tim TI yang beragam, saat mereka menyelesaikan kursus training Red Hat melalui program Training dan Sertifikasi Red Hat. Studi ini melibatkan para pemimpin TI di berbagai perusahaan berskala besar, yang mencakup berbagai industri dan negara. Rata-rata, responden mengirimkan 302 stafnya untuk mengikuti total rata-rata 363 kursus Red Hat setiap tahun.
“Saat perusahaan/organisasi makin menimbang-nimbang ke mana mereka menginvestasikan anggarannya, studi yang disponsori oleh Red Hat ini menemukan bahwa meningkatkan porsi anggaran transformasi digital yang biasanya dialokasikan sebesar 5 persen untuk training, menjadi 6,5 persen, dapat meningkatkan peluang mencapai target bisnis dari 50 persen menjadi lebih dari 80 persen,” kata Ken Goetz, Global Vice President of Core Services at Red Hat. “Meskipun saat ini mungkin masih terasa seperti investasi tersendiri, ada value bisnis yang mengikutinya.”
Melalui training, value tahunan yang bisa diraih adalah rata-rata US$43.800 per karyawan yang dilatih. Angak ini setara dengan US$5,71 juta per perusahaan. Staf TI yang terlatih akan menghasilkan produktivitas, mitigasi risiko, dan penghematan biaya infrastruktur TI yang lebih besar. Terkait dengan proses kerja, kesiapan kerja akan meningkat 76 persen ketika anggota tim yang baru terlebih dahulu menyelesaikan training Red Hat, dibandingkan 55 persen yang didapatkan kala mereka baru di-training dalam proses bergabung.
IDC memproyeksikan bahwa perusahaan/organisasi akan membuat lebih dari 500 juta aplikasi baru secara global pada tahun 2023. Untuk mencapainya, organisasi TI perlu melatih tim pengembangan. Tujuannya agar menghasilkan aplikasi dan fitur-fitur yang lebih tepat waktu, kuat, dan berbeda dari yang lain.
Temuan penting lain dalam studi IDC:
- Tim dengan training Red Hat dapat menjalankan sumber daya TI – termasuk server fisik, VM, container, dan penyimpanan (storage) – 59 persen lebih cepat. Lebih jauh, studi ini menemukan bahwa tim DevOps yang terlatih akan 44 persen lebih produktif dan tim infrastruktur TI akan 34 persen lebih efisien dibandingkan tim tanpa training.
- Beralih ke tim infrastruktur dan keamanan TI, kursus training Red Hat akan membantu tim IT menggunakan teknologi seperti Ansible dan OpenShift untuk mencapai tingkat automasi dan virtualisasi yang jauh lebih tinggi di lingkungan TI mereka. Pada gilirannya, ini membantu mendorong efisiensi tim infrastruktur dan keamanan TI. Misalnya, mereka menemukan bahwa melalui training, persentase tim dengan kompetensi OpenShift meningkat lebih dari sepuluh kali lipat dan kompetensi container naik empat kali lebih tinggi.
- Training dan Sertifikasi Red Hat membangun keterampilan dan budaya yang dibutuhkan untuk mengoptimalkan dan memodernisasi infrastruktur TI. Red Hat menggabungkan kursus yang digerakkan oleh hasil (outcome-driven), praktik langsung, dan ujian berbasis kinerja untuk menilai, melatih, dan memvalidasi keterampilan dengan teknologi Red Hat. Kurikulumnya mencakup topik-topik antara lain topik platform hingga topik pengembangan aplikasi dan automasi. Red Hat juga memiliki opsi pelatihan yang fleksibel untuk membantu para profesional mencapai tujuan mereka mempercepat pengembangan, penyampaian, dan ROI.
Training yang Relevan dengan Keadaan Masa Kini
Hadirnya training dari Red Hat menjadi relevan pada masa kini. Hal ini karena bisnis di seluruh dunia beralih ke sistem bekerja jarak jauh pada tahun 2020. Perubahan sistem kerja ini membuat tim TI mendapat tekanan dalam cara mengelola dan, dalam beberapa kasus, membangun kembali jaringan mereka. Mereka juga harus mempercepat transformasi digital dan strategi cloud agar bisa memenuhi kebutuhan yang terus berkembang. Hal ini menimbulkan tantangan.
Perusahaan menghadapi lonjakan permintaan user support dan meningkatnya ancaman keamanan. Semua harus dihadapi dengan interaksi di lokasi (on-site) yang lebih sedikit. Selain masalah-masalah tersebut, beberapa tim juga menghadapi masalah defisit kapasitas dan keahlian (skillset).
Kemampuan untuk mengimbangi kecepatan perkembangan teknologi bukanlah hal baru bagi tim TI. Namun, keberadaan tool dan pendekatan yang tradisional menjadi kurang efektif ketika pekerjaan dilakukan dari jarak jauh. Hal ini menunjukkan pentingnya training perangkat lunak (software) untuk peningkatan keterampilan TI. Dengan melakukan training, para pemimpin TI dapat menjembatani kesenjangan keterampilan. Mereka juga memastikan tim mereka dapat memenuhi kebutuhan teknologi yang terus berkembang.