Strategi Penilaian Startup Jadi Kunci Modal Ventura Siap Berinvestasi
Pesatnya pertumbuhan startup di Indonesia menjadi kesempatan bagi Perusahaan Modal Ventura (PMV) untuk mengeksplor peluang investasi. Jika dilihat dari perspektif startup, pertumbuhan ini seakan meningkatkan daya saing dalam berburu pendanaan dari investor. Pandemi turut menjadi pembelajaran sekaligus filter bagi investor dalam mengamati ketangguhan bisnis di market. Strategi dan teknik penilaian yang cermat kemudian menjadi kunci investor dalam memilih tujuan investasi.
Asosiasi Modal Ventura dan Startup Indonesia (AMVESINDO) berpendapat, setiap startup memiliki potensi risiko dan reward masing-masing. “Tidak semua bisnis yang tergolong investable pasti menjadi tujuan investasi PMV. Investor cenderung sudah punya target yang spesifik, dan kini semakin mencari inovasi yang mampu berdampak bahkan merubah selera dan perilaku masyarakat.” kata Andreas Surya Wakil Sekjen AMVESINDO dalam program AMVESINDO Institute 2 “Strategi dan Teknik Menilai Kelayakan Startup” yang digelar secara virtual pada Februari lalu.
Lebih lanjut menurut Andreas, PMV umumnya sudah memiliki mindset dalam mencari startup. Yaitu, bisnis model harus scalable. Startup dapat meningkatkan cakupan bisnis dengan baik tanpa disertai peningkatan biaya yang tingg. Kemudian repeatable, bisnis tidak hanya berjalan dalam satu siklus tertentu, dan terakhir hyper-growth yaitu mampu menunjukkan pertumbuhan yang super cepat.
Apsek penilaian kelayakan startup lewat 4P: pendiri, pasar, produk, dan performa
Bermula dari mindset tersebut, investor kemudian merumuskan aspek penilaian dan uji kelayakan terhadap startup dengan komprehensif. Pertama, menilai pendiri dan kapabilitas dan passion mereka dalam menjalankan startup ini. Biasanya PMV akan melakukan background check dari founders terkait kinerja dan pengalaman mereka. Aspek ini sangat krusial dalam menilai startup tahap awal, karena pendiri menjadi risiko sekaligus faktor pendukung terbesar bagi suksesnya startup meluncur ke depannya.
“Karena tahap ini sangat subjektif, setidaknya ada tiga tahapan riset yang bisa dilakukan investor untuk aspek ini, pertama, lakukan studi internal seperti desk study tentang lanskap industri dan market untuk mengukur apakah founders mampu bersaing di battlefield ini. Lalu, perbanyak interaksi langsung dengan founders, klarifikasi dari informasi yang kita terima, lihat produknya, lihat customer journey-nya, prosedur internalnya, lalu terakhir, sempatkan untuk reference check ke rekan bisnis, investor terdahulu, dan karyawan sebelumnya dari founders tersebut. Selalu ada celah untuk ditelusuri.” terang Andreas.
Kedua adalah menilai pasar atau market sizing, apakah potensi pasarnya besar, mampu berkembang, serta timing pasar yang tepat. Untuk menggali penilaian dengan lebih objektif, PMV akan berbicara dengan pemain di pasar tersebut untuk mengetahui persepsi, tingkat kepuasan, dan minat mereka terhadap startup ini. Ketiga adalah menilai produk, produk yang ditawarkan harus memiliki unique value proposition (USP) yang jelas serta diferensiasi dengan kompetitor. Saat menilai startup tahap awal, biasanya investor tidak punya cukup data terkait biaya dan profitabilitas. Penilaian akan mengandalkan aspek-aspek kualitatif, atau hanya bisa membandingkan dengan proxy data (mis. Jumlah download) dan benchmark dengan bisnis serupa. Ini menjadi tantangan tersendiri bagi investor saat harus menilai startup dengan data kuantitatif yang minim.
Terakhir, investor akan menilai performa operasional dan finansial. Di tahap ini, PMV semakin kritis terhadap kemampuan eksekusi startup, mulai dari laporan keuangan historis, proyeksi, unit ekonomi atau struktur biaya, dan potensi profitabilitas. Potensi startup untuk exit juga menjadi faktor pertimbangan investasi.
Menyamakan visi dan misi antara investor dan investee
Dari perspektif PMV spesialis pendanaan mikro yang kerap menyasar bisnis non-teknologi dan UMKM, Chrismanto Saragih Ketua III AMVESINDO menekankan pentingnya menyamakan visi dan misi antara investor dan calon investee. Misalnya, ada tipe impact investor yang tidak hanya menilai aspek profitabilitas saja namun juga melihat dampak sosial dan lingkungan yang ditimbulkan dari sebuah bisnis bagi masyarakat. Sebagai contoh, salah satu PMV mikro dengan visi ini pernah berinvestasi ke rumah sakit khusus yang akan dibangun dan memiliki rencana dapat melayani 70% pasien BPJS.
Kemudian dalam menilai kelayakan bisnis, PMV mikro juga menyorot pentingnya melakukan penilaian langsung ke lapangan. “Informasi on paper umumnya terlihat bagus, namun sebaiknya kita melakukan validasi langsung. Kami punya pengalaman dengan calon investee di Jawa Tengah dari sektor pertanian, yang melakukan produksi dan pemasaran beras organik secara terintegrasi. Kita lakukan penilaian langsung secara end-to-end mulai dari lihat proses pembuatan dan pabrik pupuknya, pengelolaan sawah, berdialog dengan petani dan pengelola pabrik pupuk, kita juga cek lahannya, karena kalau melalui paper saja tidak bisa kita yakini 100%.” ungkap Chrismanto.
Prospek Industri di Indonesia Pasca COVID-19 dan Kesiapan Investor
Memasuki tahun 2021, AMVESINDO menilai investor akan lebih siap dan aktif dalam memberikan dukungan pendanaan dibandingkan dengan tahun lalu. Berbeda dengan awal pandemi, kini setelah berjalan hampir satu tahun, risiko bisnis sudah lebih dapat diukur. Investor semakin mampu menganalisis kelayakan bisnis di tengah ketidakpastian, dengan menerapkan aspek-aspek penilaian yang dibahas sebelumnya.
AMVESINDO menilai, Indonesia merupakan pasar yang menarik untuk berbagai sektor industri. Sebagai penyedia akses pendanaan, PMV tidak hanya berinvestasi ke sektor bisnis teknologi saja. Tetapi juga sektor bisnis lainnya yang dinilai memiliki peluang untuk berkembang. Sektor ekonomi kreatif yang punya misi menggerakkan ekonomi lokal menjadi salah satu sektor yang menarik, seperti bisnis F&B yang terus tumbuh pesat.
“Idealnya, venture capital memiliki horizon investasi untuk 5-10 tahun. Sehingga jika ada naik dan turun dalam waktu 1-2 tahun adalah hal yang normal, namun secara tren tetap meningkat. Terlepas dari pandemi atau tidak, modal ventura adalah bisnis yang berisiko. Sehingga apabila risiko semakin terukur, ini akan menjadi faktor pendorong keaktifan investor untuk berinvestasi.” ungkap William Gozali Ketua I AMVESINDO.