Ingin Kembangkan Startup Indonesia, UMG Idealab Fokus Gali Potensi Deep Tech
Di awal tahun 2020, dunia dikejutkan dengan temuan virus baru SARS-CoV-2 dan tak lama menjadi wabah pandemi global. Era pandemi dengan segala dampak negatifnya membuat hampir seluruh lini industri di global terpukul, termasuk industri startup Indonesia. Meski begitu, hingga Juli 2020 tercatat masih ada 56 startup yang mendapatkan pendanaan dari Venture Capital (VC) atau pemodal ventura.
Hal itu menunjukkan tingkat kepercayaan pemodal terhadap bisnis startup masih tinggi. Sebagai VC yang fokus dengan kemajuan teknologi 4.0, UMG Idealab terus berkomitmen terhadap perkembangan teknologi startup Tanah Air. Caranya dengan memberikan dukungan dan menggali potensi startup karya anak bangsa meski di tengah ancaman resesi ekonomi. Berdiri sejak tahun 2015, UMG Idealab sebagai seed investor pre-series A rutin melakukan funding kepada 5 – 10 startup di seluruh dunia setiap tahunnya. Meski awalnya pendanaan dilakukan dengan “agnostik”, 3 tahun belakangan UMG Idealab mulai fokus dengan core technology startupnya, yakni deep tech, dengan manfaat yang dapat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat.
Inovator teknologi Kiwi Aliwarga yang juga Founder UMG Idealab menilai, deep tech startup tidak banyak di Indonesia. Faktor kegagalan yang tinggi menjadi pertimbangan banyak VC, namun deep tech menjadi daya tarik yang istimewa bagi Kiwi karena potensi teknologi yang tidak terbatas.
“Deep tech terkait dengan AI, robotic, biotech, dan inovasi teknologi tinggi lain yang berguna di masa mendatang. Beberapa deep tech yang sudah tergabung ke dalam ekosistem startup UMG Idealab adalah Frogs dengan teknologi drone taxi, MSMB dengan smart farming and fishery 4.0, Svara sebagai platform broadcasting dan podcast, hingga Widya Wicara dengan smart speaker berbahasa Indonesia,” papar Kiwi.
Deep Tech Bukan Satu-satunya Alasan Bergabung di Startup UMG Idealab
Meski begitu, deep tech bukan satu-satunya faktor utama bagi Kiwi untuk bergabung di ekosistem startup UMG Idealab. Penilaian juga dilihat dari cara eksekusi ide, peluang penerimaan oleh pasar, kesiapan teknologi, kecocokan visi antara founder dengan UMG Idealab, hingga value yang dimiliki jajaran level C startup itu sendiri. Namun, yang tidak kalah penting adalah kejujuran founder.
“Setiap VC memiliki cara unik tersendiri dalam melakukan investasi. Namun di UMG Idealab, dibutuhkan kejujuran seorang founder sedari awal, yakni jujur dengan diri sendiri dan kepada kami sebagai VC. Kejujuran membuat orang lebih terbuka dan menerima masukan dari orang lain,” tambahnya.
Hingga Agustus, UMG Idealab tengah merampungkan pendanaan dengan dua startup lokal. Selain itu, Zay Chin, startup e-commerce asal Myanmar turut meramaikan ekosistem UMG Myanmar. Zay Chin menyediakan produk pangan dan agrikultur dari petani, serupa dengan layanan RiTx di Indonesia di bawah naungan UMG Idealab.